Apakah demokrasi itu ? Demokrasi adalah "pemerintahan rakyat". cara pemerintahan ini memberi hak kepada semua rakyat untuk ikut memerintah.
cara pemerintahan ini sekarang menjadi cita-cita semua partai-partai nasional di Indonesia. Tetapi dalam mencita-citakan faham dan cara pemerintahan demokrasi itu kaum Marhaen toh harus berhati-hati. Artinya : jangan meniru saja "demokrasi-demokrasi" yang kini dipraktikan di dunia luaran.
Bagaimanakah praktiknya demokrasi di dunia luaran itu ?
Yang membawa "demokrasi" mula-mula di dunia Barat ialah pemberontakan Prancis, kurang lebih 100 a 207 tahun yang lalu. sebelum ada pemberontakan Prancis itu, cara pemerintah Eropa adalah Otokrasi : kekuasaan pemerintahan adalah di dalam tangan satu orang saja, yaitu di dalam tangan Raja. Rakyat tak ikut bersuara. Rakyat harus menurut saja. Raja mengaku dirinya sebagai wakil Allah di dunia ini.
Salah seorang raja yang demikian itu pernah ditanya oleh salah seorang menterinya : "Ratu, apakah staat itu ? Apakah yang dinamakan staat itu ?" Raja menjawab : "Staat adalah aku sendiri ! L'Etat, e'estmoi" Memang raja ini adalah seorang oktorat yang tulen.
Di dalam cara pemerintahan otokrasi itu, raja disokong oleh dua golongan. Pertama : Golongan kaum ningrat, kedua : golongan kaum penghulu agama. Kedua golongan ini menjadi bentengnya raja, bentngnya otokrasi. Jadi raja + kaum ningrat + kaum penghulu agama adalah "gambarnya" kaum jempolan di dalam masyarakat itu. Masyarakat yang demikian itu dinamakan masyarakat FEODAL.
Tetapi lambat.laun timbulah satu golongan baru, suatu kelas baru, yang ingin mendapat kekuasaan pemerintahan. Golongan baru atau kelas baru ini adalah kelasnya kaum borjuis. Mereka punya perusahaan-perusahaan, mereka punya penjagaan, mereka punya pertukangan, mulai lahir dan timbul. Untuk suburnya dan selamatnya mereka punya perusahaan, Perniagaan dan pertukangan itu, perlulah mereka mendapat kekuasaan pemerintahan. Mereka sendirilah yang lebih tahu mana undang-undang, mana aturan-aturan, mana cara pemerintahan yang paling baik buat kepentingan merek, - dan bukan raja, bukan kaum ningrat, bukan kaum penghulu agama !
Tetapi kekuasaan masih ada di tanga raja,--dibentengi oleh kaum ningrat dan kaum penghulu agama !
"Welnu", kata kaum borjuis, "kekuasaan itu harus direbut!" tetapi buat merebut, orang harus mempunyai kekuatan ! padahal kaum borjuis belum mempunyai kekuatan itu !
"Nah", kata kaum borjuis sekali lagi, "kita memakai kekuatan rakyat jelata!"
Dan begitulah maka rakyat jelata itu oleh kaum borjuis lalu diajak bergerak, diabui matanya, bahwa pergerakannya itu ialah untuk mendatangkan "kemerdekaan", persamaan dan persaudaraan"! "Liberte, fraternite, egalite", adalah semboyannya pergerakan borjuis memakai tenaga rakyat itu.
Rakyat menurut, --ya, rakyat berkelahi mati-matian ! Apakah sebabnya rakyat mau diajak bergerak? Sebabnya ialah bahwa nasibnya rakyat dibawah pemerintahan otokrasi itu adalah nasib yang sengsara sekali, dan bahwa rakyat itu masih kurang sadar yang ia hanya menjadi perkakas borjuis saja.
Pergerakan menang! Raja runtuh, kaum ningrat runtuh, kaum penghulu agama runtuh,---pendek kata: otokrasi runtuh,---diganti dengan cara pemerintahan baru yang dinamakan "demokrasi". Dinegeri diadakan parlemen, dan "rakyat boleh mengirim utusan ke-parlemen itu"
Cara pemerintahan inilah yang kini dipakai oleh semua negeri di Eropa Barat dan di Amerika.
Prancis mempunyai parlemen, Inggris mempunyai parlemen, Belanda mempunyai parlemen, Amerika Utara mempunyai parlemen,---semua negeri modern mempunyai parlemen. Disemua negeri modern itu adalah "demokrasi".
Tetapi.........disemua negeri modern itu kapitalisme subur dan merajalela! Disemua negeri modern itu kaum proletar ditindas hidupnya. Disemua negri modern itu kini hidup jutaan kaum penganggur, upah dan nasib kaum buruh adalah upah dan nasib kokoro,----disemua negeri modern itu rakyat tidak selamat, bahkan sengsara sengsara-sengsaranya.
Inikah hasilnya "demokrasi" yang dikeramatkan orang ?
Amboi,---parlemen! Tiap-tiap kaum proletar kini bisa ikut memilih wakil kedalam parlemen itu, tiap-tiap kaum proletar kini bisa "ikut memerintah"! Ya, tiap-tiap kaum proletar kini, kalau dia mau, bisa mengusir minister, menjatuhkan minister itu terpelanting dari kursinya.Tetapi pada saat yang ia bisa menjadi "raja" diparlemen itu, pada saat itu juga ia sendiri bisa diusir dari pabrik dimana ia bekerja dengan upah kokoro,----dilemparkan diatas jalan, menjadi orang pengangguran!
Inikah "demokrasi" yang dikeramatkan itu ?
Dengarkanlah pidatonya Jean Jaures, ----bukan komunis!---mengkritik "demokrasi" itu :
" Kamu, kaum borjuis, kamu mendirikan republik, dan itu adalah kehormatan yang besar. Kamu membikin republik itu teguh dan kuat, tak dapat dirobah sedikitpun jua, tetapi karena itulah kamu telah mengadakan pertentangan antara susunan politik dan susunan ekonomi.
Karena Pemilihan Umum, kamu telah membikin semua penduduk berkumpul di dalam rapat yang seolah rapatnya raja-raja. Mereka punya kemauan adalah sumbernya tiap undang-undang, tiap pemerintahan; mereka melepas mandataris, pembuat undang-undang dan menteri. Tetapi pada saat itu juga siburuh menjadi tuan didalam urusan politik, maka ia adalah menjadi budak belian didalam urusan ekonomi.
Pada saat yang ia menjatuhkan menteri-menteri, maka ia sendiri bisa diusir dari bingkil zonder ketentuan sedikit juapun apa yang esok harinya akan dinamakan. Tenaga-pekerjaanya hanyalah suatu barang belian, yang bisa dibeli atau ditampik oleh kaum majikan. Ia bisa diusir dari bingkil, karena ia tak mempunyai hak ikut menentukan peraturan-peraturan bingkil, yang tiap hari, zonder dia tetapi buat menindas dia, ditetapkan kaum majikan sendiri.
Sekali lagi : inikah "demokrasi" yang orang keramatkan itu?
Bukan,---ini bukan demokrasi yang harus kita tiru, bukan demokrasi untuk kita bangsa Indonesia! sebab, "demokrasi" yang begitu hanyalah demokrasi parlemen saja, yakni hanya demokrasi politik saja. Demikrasi ekonomi tidak ada.
wowww.....
BalasHapus