Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap, baik yang dapat
di amati maupun tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu
hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan. Dari
pengertian belajar tersebut maka dapat di identifikasikan ciri-ciri belajar,
yaitu :
1. Dalam belajar ada perubahan tingkah laku, baik tingkah
laku yang di amati maupun tingkah laku yang tidak dapat diamati.
2. Dalam belajar perubahan tingkah laku meliputi tingkah
laku kognitif, afektif, dan psikomotor.
3. Dalam belajar, perubahan terjadi melalui pengalaman atau
latihan
4. Dalam belajar, perubahan tingkah laku menjadi sesuatu
yang relatif menetap.
5. Belajar merupakan suatu proses usaha, yang artinya
belajar berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama.
6. Belajar terjadi karena ada interaksi dengan lingkungan.
Adapun pengertian belajar menurut teori behavioristik, belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interkasi antara stimulus dan
respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang di alami
siswa dalam kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai
hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Karena teori
behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah
terstruktur rapi dan teratur, maka siswa yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara
ketat. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
perubahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas yang menuntut siswa
untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk
laporan, kuis ataupun tes. Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respon,
individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil belajar yang tampak,
pembentukan perilaku dengan penataan kondisi secara ketat, dan hukuman
merupakan unsur-unsur yang penting dalam teori behavioristik. Berdasarkan hal
tersebut di atas lalu bagaimana kelemahan-kelemahan dari pembelajaran teori
behavioristik setelah di terapkan pada peserta didik ?.
Pembelajaran yang di rancang dan di laksanakan dengan berpijak pada teori
ini, memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti , tetap, dan tidak
berubah. Dalam pembelajaran di tekankan sebagai aktivitas mekanis dan lebih
menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur. Aplikasi
pembelajaran yang berpijak pada teori ini cocok untuk kegiatan belajar
keterampilan, yang apabila dilakukan pengulangan dan penguatan akan memperoleh
hasil yang maksimal. Seperti contoh, seorang anak akan maksimal dalam olahraga
sepak bola apabila sering berlatih dan mengulang-ulang latihan tersebut.
Teori behavioristik lebih menekankan pada hasil belajar, dan proses belajar
tersebut langsung diamati, padahal belajar merupakan proses kegiatan mental
yang tidak dapat di saksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya. Belajar dilakukan
oleh manusia yang mempunyai proses kejiwaan yang berdimensi ranah cipta serta berfikir,
mempertimbangkan pilihan dan mengambil keputusan dan juga ranah rasa yang kesemuanya itu dikesampingkan oleh teori belajar
behavioristik. Siswa juga tidak diperhatikan perbedaannya bahwa mereka
merupakan “self direction” sehingga
membuat siswa menjadi statis-mekanis dan tidak aktif. Pola pendidikan yang
berpijak pada teori behavioristik banyak bersifat tradisional berupa paksaan
dari atas dan dari luar. Jenis paksaan eksternal yang begitu biasa dalam
sekolah itu lebih membatasi daripada membantu perkembangan intelektual dan
moral anak. Sehingga terbentur pada masalah bagaimana menjembatani masa lampau
menjadi sarana ampuh untuk menghadapi masa depan secara efektif. Untuk mencapai
tujuan itu perlu dicari sarana bagaimana sesuatu yang terjadi di masa lampau
menjadi pengalaman yang berguna dan berhasil dalam rentang kehidupan melalui
proses penguasaan atas seperangkat informasi untuk masa depan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Apabila teori behavioristik ini tetap diterapkan dalam proses pembelajaran maka
output yang ada adalah manusia yang hanya mengetahui hal yang sebelumnya tidak
tahu, dan sikap atau perilaku yang berubah. Padahal menurut Bloom ada tujuan pengajaran yang
kemudian di bedakan dalam 3 domain, yaitu domain kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Tujuan pengajaran pada domain
kognitif adalah tujuan yang berhubungan dengan pengetahuan, pengenalan dan
keterampilan serta kemampuan intelektual. Tujuan pengajaran pada domain afektif adalah tujuan yang
berhubungan dengan perubahan sikap, nilai dan perkembangan moral dan keyakinan.
Tujuan ini sulit di amati karena berada pada dimensi emosional. Tujuan
pengajaran pada domain psikomotorik
adalah tujuan yang berhubungan dengan keterampilan motorik. Perlu di ketahui
bahwa ketiga domain tujuan tersebut pada hakikatnya tidak dapat di pisahkan
satu dengan yang lainnya. Tujuan dari ketiga domain itu saling
berinter-penetrasi sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. Tidak mungkin
seseorang mengembangkan kemampuan intelektual tanpa adanya kemauan atau sikap
terhadap fenomena yang merupakan sumber belajar. Sebaliknya tidak mungkin
seseorang mematuhi suatu peraturan kalau tidak memahami peraturan tersebut.
Keterampilan tidak mungkin berkembang kalau tidak di dukung oleh sikap, kemauan
dan pengetahuan. Dari proses belajar yang dilakukan di harapkan akan timbul :
1. Perubahan kuantitatif apa yang akan di capai, ini dapat
di lihat secara nyata dari bahan-bahan yang telah dicapai.
2. Perubahan kualitatif hanya dapat dilihat dari sikap-sikap
bukan dari jatah ilmu yang di tuangkan.
3. Bagaimana menghubungkan perubahan kuantitatif dengan
perubahan kualitatif, artinya pendidik menekankan perhatian kepada proses
penambahan bahan bukan tambahnya bahan.
Kesimpulannya adalah teori behavioristik lebih menekankan pada perilaku
yang di hasilkan karena adanya stimulus dan respon yang terjadi saat pembelajaran
berlangsung yang dapat diamati dan diukur. Proses ketika stimulus dan respon
berlangsung tidak di perhatikan karena tidak dapat diukur dan diamati.
Pengetahuan dianggap statis, tidak berubah dan berkembang dan peserta didik tidak
aktif dalam pembelajaran sehingga menjadi statis-mekanis. Teori behavioristik
dalam aplikasinya tidak memandang peserta didik sebagai manusia yang mempunyai
kemampuan, perbedaan, watak, dan kepribadian sehingga hasil yang di peroleh
tidak maksimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar