Minggu, 02 Februari 2014

KELEMAHAN TEORI BEHAVIORISTIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN Oleh : JUWARNO


Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap, baik yang dapat di amati maupun tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan. Dari pengertian belajar tersebut maka dapat di identifikasikan ciri-ciri belajar, yaitu :
1.  Dalam belajar ada perubahan tingkah laku, baik tingkah laku yang di amati maupun tingkah laku yang tidak dapat diamati.
2.  Dalam belajar perubahan tingkah laku meliputi tingkah laku kognitif, afektif, dan psikomotor.
3.  Dalam belajar, perubahan terjadi melalui pengalaman atau latihan
4.  Dalam belajar, perubahan tingkah laku menjadi sesuatu yang relatif menetap.
5.  Belajar merupakan suatu proses usaha, yang artinya belajar berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama.
6.  Belajar terjadi karena ada interaksi dengan lingkungan.
Adapun pengertian belajar menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interkasi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang di alami siswa dalam kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan  yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada perubahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis ataupun tes. Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku dengan penataan kondisi secara ketat, dan hukuman merupakan unsur-unsur yang penting dalam teori behavioristik. Berdasarkan hal tersebut di atas lalu bagaimana kelemahan-kelemahan dari pembelajaran teori behavioristik setelah di terapkan pada peserta didik ?.
Pembelajaran yang di rancang dan di laksanakan dengan berpijak pada teori ini, memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti , tetap, dan tidak berubah. Dalam pembelajaran di tekankan sebagai aktivitas mekanis dan lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur. Aplikasi pembelajaran yang berpijak pada teori ini cocok untuk kegiatan belajar keterampilan, yang apabila dilakukan pengulangan dan penguatan akan memperoleh hasil yang maksimal. Seperti contoh, seorang anak akan maksimal dalam olahraga sepak bola apabila sering berlatih dan mengulang-ulang latihan tersebut.
Teori behavioristik lebih menekankan pada hasil belajar, dan proses belajar tersebut langsung diamati, padahal belajar merupakan proses kegiatan mental yang tidak dapat di saksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya. Belajar dilakukan oleh manusia yang mempunyai proses kejiwaan yang berdimensi ranah cipta serta berfikir, mempertimbangkan pilihan dan mengambil keputusan dan juga ranah rasa yang kesemuanya itu dikesampingkan oleh teori belajar behavioristik. Siswa juga tidak diperhatikan perbedaannya bahwa mereka merupakan “self direction” sehingga membuat siswa menjadi statis-mekanis dan tidak aktif. Pola pendidikan yang berpijak pada teori behavioristik banyak bersifat tradisional berupa paksaan dari atas dan dari luar. Jenis paksaan eksternal yang begitu biasa dalam sekolah itu lebih membatasi daripada membantu perkembangan intelektual dan moral anak. Sehingga terbentur pada masalah bagaimana menjembatani masa lampau menjadi sarana ampuh untuk menghadapi masa depan secara efektif. Untuk mencapai tujuan itu perlu dicari sarana bagaimana sesuatu yang terjadi di masa lampau menjadi pengalaman yang berguna dan berhasil dalam rentang kehidupan melalui proses penguasaan atas seperangkat informasi untuk masa depan yang dapat dipertanggungjawabkan. Apabila teori behavioristik ini tetap diterapkan dalam proses pembelajaran maka output yang ada adalah manusia yang hanya mengetahui hal yang sebelumnya tidak tahu, dan sikap atau perilaku yang berubah. Padahal menurut Bloom ada tujuan pengajaran yang kemudian di bedakan dalam 3 domain, yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotorik.
Tujuan pengajaran pada domain kognitif adalah tujuan yang berhubungan dengan pengetahuan, pengenalan dan keterampilan serta kemampuan intelektual. Tujuan pengajaran pada domain afektif adalah tujuan yang berhubungan dengan perubahan sikap, nilai dan perkembangan moral dan keyakinan. Tujuan ini sulit di amati karena berada pada dimensi emosional. Tujuan pengajaran pada domain psikomotorik adalah tujuan yang berhubungan dengan keterampilan motorik. Perlu di ketahui bahwa ketiga domain tujuan tersebut pada hakikatnya tidak dapat di pisahkan satu dengan yang lainnya. Tujuan dari ketiga domain itu saling berinter-penetrasi sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. Tidak mungkin seseorang mengembangkan kemampuan intelektual tanpa adanya kemauan atau sikap terhadap fenomena yang merupakan sumber belajar. Sebaliknya tidak mungkin seseorang mematuhi suatu peraturan kalau tidak memahami peraturan tersebut. Keterampilan tidak mungkin berkembang kalau tidak di dukung oleh sikap, kemauan dan pengetahuan. Dari proses belajar yang dilakukan di harapkan akan timbul :
1.  Perubahan kuantitatif apa yang akan di capai, ini dapat di lihat secara nyata dari bahan-bahan yang telah dicapai.
2.  Perubahan kualitatif hanya dapat dilihat dari sikap-sikap bukan dari jatah ilmu yang di tuangkan.
3.  Bagaimana menghubungkan perubahan kuantitatif dengan perubahan kualitatif, artinya pendidik menekankan perhatian kepada proses penambahan bahan bukan tambahnya bahan.
Kesimpulannya adalah teori behavioristik lebih menekankan pada perilaku yang di hasilkan karena adanya stimulus dan respon yang terjadi saat pembelajaran berlangsung yang dapat diamati dan diukur. Proses ketika stimulus dan respon berlangsung tidak di perhatikan karena tidak dapat diukur dan diamati. Pengetahuan dianggap statis, tidak berubah dan berkembang dan peserta didik tidak aktif dalam pembelajaran sehingga menjadi statis-mekanis. Teori behavioristik dalam aplikasinya tidak memandang peserta didik sebagai manusia yang mempunyai kemampuan, perbedaan, watak, dan kepribadian sehingga hasil yang di peroleh tidak maksimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar